Kepala Kesatuan Angkatan Darat TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo berfoto bersama wartawan di Istana Merdeka, Senin (25/3) oleh Noverius Laoli |
Pramono Edhie Wibowo, Jenderal bintang empat, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat ini tidak begitu saya kenal. Pria kelahiran Mangelang, Jawa Tengah pada 5 Mei 1955 ini memiliki pribadi yang unik, begitu kelihatan sekilas. Sebagai wartawan yang baru masuk di lingkungan Istana dan mengenal sosok petinggi negara ini dari dekat, saya masih awam dalam memandang mereka. Pak Edhie demikian ia biasa dipanggil wartawan mulai tercuat namanya ke publik setelah dipilih menjadi Kepala Staf Angkata Darat menggantikan Jenderal TNI George Toisuta pada 2011 lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, iparnya sendiri. Belakangan ini, nama Pramono semakin dikenal publik karena digadang-gadang memiliki potensi sebagai calon presiden dan wakil presiden pada pemilu tahun 2014 mendatang. Bahkan beberapa bulan terakhir namanya mewarnai pencalonan ketua umum Partai Demokrat yang sedang berkuasa tapi krisis kepemimpinan.
Namun terhadap semua itu, Jenderal Pramono Edhie memiliki keunikan tersendiri, setidaknya di mataku yang sekilas menenalnya. Sejak kecil, saya selalu berpandangan bahwa militer itu seram, menakutnya dan galak. Militer dalam pikiran kecilku itu harus ditakuti, dan sebisa mungkin kita tidak boleh dekat-dekat dengan mereka kalau mau aman. Maklum, ketika masih kecil, saya beberapa kali melihat serdadu menggunakan dinas tentara keluar masuk kampung dan menangkap mereka yang main judi atau menebang kayu. Ayahku sendiri beberapa kali harus berhadapan dengan koramil karena menebang kayu di kebun sendiri kemudian dijual. Kayu itu baru bisa dijual setelah ada uang pelicinnya.
Kepala Kesatuan Angkatan Darat TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo berfoto bersama wartawan di Istana Merdeka, Senin (25/3) oleh Noverius Laoli |
Tapi bagaimana dengan Pramono Edhie? Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI AD (Pangkostrad) ini lain sama sekali. Matanya yang tajam tampak menunjukkan persahabatan dan niat baik. Ia juga terasa begitu hangat dengan awak media. Dalam memberikan pernyataan, mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ini terlihat bersemangat, ramah dan menyenangkan. Ia tampak tenang menghadapi wartawan dan banyak tersenyum. Matanya yang tajam menunjukkan pribadinya yang kuat, tapi justru itu membuat para kuli tinta merasa nyaman dengannya. Terkadang ia harus sabar menghadapi pertanyaan dari wartawan yang mungkin dalam beberapa hal kurang berkenan padanya, tapi tidak menunjukkan ekspresi tidak senang atau nada suara yang meninggi. Berbeda dengan beberapa menteri yang latar belakangnya militer bisa menjawab pertanyaan wartawan dengan nada tinggi dan mata melotot.
Nah pada hari ini, Senin (25/3), di Istana, pak Edhie kembali lagi di doorstop awak media di Gedung Istana Merdeka. Pada kesempatan itu, ia menjelaskan bahwa pada tanggal 5 Mei nanti ia genap berusia 58 tahun. Berdasarkan peraturan militer, ia sudah harus pensiun. Artinya, masa jabatannya sebagai orang nomor satu di TNI Angkatan Darat hanya satu bulan beberapa hari lagi. Mendengar itu, awak media menanyakan mau jadi apa setelah pensiun. Dengan sopan dan suara kebapaan, ia menjawab ingin mengurus keluarga. Mantan ajudan Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2001 ini mengaku sedih karena anaknya sempat memanggilnya om lantaran begitu jarangnya ia bersama keluarganya. Ia merasa asing bagi anak-anaknya sendiri karena sibuk bekerja dalam tugas-tugasnya di militer.
Yang menariknya, setelah wawancara, para wartawan tiba-tiba menyalami Jenderal Pramono Edhie. Kemudian, meminta foto bersama. Ide ini pun ditanggapi dengan serius. Pak Edhie bilang, "mumpung sekarang saya masih Jenderal aktif, nanti setelah pensiun tidak bisa lagi memakai pakaian dinas ini," ungkapnya sambil tersenyum. Para wartawan yang awalnya malu-malu akhirnya mengerubuni sang Jenderal dan berfoto-foto bersama. Ia pun melayani permintaan foto satu per satu dari para awak media. Dari dekat, Pak Edhie tampak bahagia sekali dan menikmati masa-masa akhir masa tugasnya di TNI AD. Ia merasa senang dan para wartawan juga merasa nyaman bersamanya. Ia bagaikan bapak dan dengan lembut menyapa wartawan. Sampai-sampai pujian dari mulut para wartawan pun keluar begitu saja. "Pak Edhie memang jenderal yang baik," kata salah satu suara. Ia pun cuma tersenyum tersipu-sipu menerima pujian itu. Bahkan dalam salah satu foto tersebut, ada saja wartawan yang tak segan-segan merangkul sang jenderal. Bahkan di depannya pun ada wartawan yang bergaya. Tapi kesederhanaan dan pribadinya itu tidak menurunkan wibawanya sebagai jenderal bintang empat.
Satu hal yang berkesan dari putra Jenderal Sarwo Edhie ini adalah ia berusaha berbicara jujur. Dalam beberapa kesempatan, Jenderal Edhie selalu mengatakan, saya jujur mengatakan akan mengusutnya dengan tuntas. Ia mengatakna itu ketika anak buahnya menyerang Markas Polres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan ia mengatakan akan mengusut tuntas. Terakhir ia juga mengatakan, saya jujur mengatakan akan menindak dan membentuk tim investigasi jika dari hasil investigasi kepolisian, ada indikasi anggota TNI AD terlibat dalam penyerangan Lapas Cebongan, Sleman Yogyakarta yang menelan empat nyawa narapidana. Tidak lama kemudian, Tim dari AD dibentuk dan akhir TNI mengungkap bahwa 11 Anggota Kopassus terlibat penyerangan. Jenderal Edhie sekali lagi benar-benar jujur.