Sebagai perwujudan tobat, umat diharap menyisihkan sebagian miliknya untuk kepentingan sesamanya. Uang atau barang-barang yang dikumpulkan selama masa puasa, pada gilirannya akan dibagikan lagi kepada mereka yang membutuhkan.
Sekitar setengah juta turis berdatangan ke Rio de Janeiro, Brasil, pada pekan ini untuk menyaksikan semarak karnaval gila-gilaan. Puncaknya adalah hari Selasa kemarin (21/2/12) atau satu hari menjelang Rabu Abu. Di New Orleans, pesta yang sama dikenal dengan nama Mardi Gras. Kota-kota lain di dunia pada saat yang bersamaan juga tidak ketinggalan, saling berlomba mengadakan acara serupa seperti di Toronto, London, San Salvador, Trinidad, Nice, dan Cologne.
Pada abad kedua, gereja Katolik, khususnya di Kota Roma, memulai suatu kebiasaan menyelenggarakan pesta, sehari menjelang hari Rabu Abu atau saat dimulainya masa puasa umat Kristiani. Umat memanfaatkan saat-saat sebelum puasa untuk berpesta-ria, makan-minum sepuasnya. Konon, kebiasaan ini diambil dari tradisi lama (pra-Kristiani) yang sudah ada sebelumnya. Dalam perkembangannya, acara ini menjadi pesta karnaval, yaitu perayaan publik dalam bentuk parade di jalanan, lengkap dengan tontonan ala sirkus.
Karnaval sendiri berasal dari dua kata Latin: carnis yang berarti "daging" dan vale yang berarti "selamat tinggal" (di masa lalu, selama 40 hari masa puasa orang Katolik tidak makan daging). Di Prancis, pesta sejenis disebut Mardi Gras. Mardi Gras (berasal dari bahasa Prancis) berarti "Selasa lemak". Maksudnya, hari Selasa menjelang Rabu Abu, orang berpesta pora makan daging/lemak sepuas-puasnya. Selain itu, Mardi Gras juga merupakan kesempatan terakhir orang untuk menikah dan berpesta. Sebab sesudahnya, orang dilarang menikah sampai berakhirnya masa puasa.
Di antara pesta sejenis, karnaval di Rio de Janeiro, Brasil, adalah pesta yang paling sensasional, paling spektakuler, dan paling banyak dikunjungi turis. Awalnya, pesta ini dilakukan di jalanan selama tiga hari menjelang Rabu Abu. Pada waktu itu, kota-kota di Brasil dipadati orang yang berpesta-ria mengenakan topeng-topeng. Mereka saling melempar bubuk tepung, bahkan saling semprot cairan busuk.
Pada tahun 1840, seorang istri pemilik hotel di Rio de Janeiro yang berasal dari Italia mengubah kebiasaan pesta liar ini menjadi lebih berbudaya. Pada pesta tersebut dia mengundang para pemain musik, menyediakan guntingan kertas warna-warni pengganti bubuk tepung. Ia juga menyelenggarakan pesta tarian mewah dan mewajibkan orang-orang mengenakan topeng. Itulah awal mula dari Baile de Carnaval yang terkenal hingga kini.
Untuk menampung kegiatan yang semakin populer ini, pada tahun 1984 pemerintah Brasil membangun panggung pinggir jalan yang disebut Sambodromo. Tempat ini menampung sekitar 80.000 penonton dan membuat karnaval Rio makin terkenal. Harga tiket masuk bisa sampai 500 dollar AS untuk satu tempat duduk yang agak strategis!
Karnaval di Rio benar-benar menjadi pesta untuk semua orang. Bermacam-ragam orang berbaur bersama dalam keriuhan, kegembiraan, dan kegilaan. Tidak sedikit para penari samba, pria dan wanita, tampil dengan telanjang dada atau dengan pakaian superminim. Kesempatan ini juga digunakan para artis Brasil untuk tampil di muka publik. Umumnya mereka masuk salah satu kelompok sekolah samba.
Pertobatan
Permulaan masa puasa atau pra-Paskah biasanya jatuh pada awal bulan Maret atau akhir Februari. Itu bertepatan dengan berakhirnya musim dingin yang melelahkan dan datangnya musim semi yang dinanti-nantikan. Maka, tidak mengherankan bahwa karnaval menjadi semacam ungkapan kegembiraan menyongsong musim kehidupan alias musim semi. Di masa lalu, hampir seluruh kota dan desa di Eropa merayakan kebiasaan ini. Tiap-tiap kota berlomba menunjukkan kehebatan serta kreasinya. Di beberapa tempat, diadakan juga pesta karnaval khusus untuk anak-anak.
Sampai saat ini, pesta karnaval tetap diadakan menjelang Hari Rabu Abu (tahun ini jatuh pada hari Rabu ini, 22/2). Namun Karnaval sendiri sekarang sudah menjadi bagian dari pesta budaya, bukan lagi pesta agama. Pada masa sekarang, karnaval sering menjadi kesempatan untuk mengkritik, mengolok-olok para politisi, tokoh masyarakat bahkan tokoh agama. Tidak ketinggalan, pesta karnaval juga telah menjadi ajang promosi berbagai kepentingan, khususnya produk niaga.
Awal masa puasa Katolik dimulai pada hari Rabu Abu. Disebut Rabu Abu karena pada hari itu umat Katolik datang ke gereja untuk menerima abu di kepalanya dari imam. Masa puasa berlangsung 40 hari dan berakhir pada perayaan Paskah atau Kebangkitan Tuhan Yesus.
Pengertian masa puasa dalam tradisi Katolik amat berbeda dengan puasa umat Islam, misalnya. Pada masa puasa, umat Katolik tetap boleh makan dan minum, hanya porsinya dikurangi. Selain itu, pada hari tertentu, khususnya Jumat, umat dilarang untuk makan daging. Di luar kewajiban puasa yang ditentukan, umat diminta memilih sendiri jenis puasa dan pantang yang cocok dengan dirinya. Umpamanya, orang yang biasa merokok, pada masa puasa berhenti untuk tidak merokok.
Mengapa tradisi puasa Katolik begitu ringan dan sederhana? Barang kali karena tekanan dan latar belakang yang berbeda. Dalam ajaran Katolik yang pertama-tama ditekankan adalah aspek pertobatan, bukan mati raga. Karenanya, masa puasa diawali dengan Rabu Abu, pengurapan dengan abu. Tradisi ini berasal dari kebiasaan kuno bangsa Yahudi. Dalam Kitab Perjanjian Lama, khususnya Kitab Nabi Yesaya dan Yeremia, dikisahkan tentang ritual penyesalan atas dosa: orang berpakaian kain kasar dan duduk di atas abu serta menaburi diri dengan abu.
Tradisi abu orang Yahudi ini mirip dengan tradisi lumpur suku Asmat di pedalaman Papua. Orang Asmat, bila sedang berkabung, akan membanting diri ke dalam lumpur sambil berguling-guling serta menangis meraung-raung. Dalam bahasa Jawa ada istilah gulung koming, berguling-guling di atas tanah sebagai ekspresi kesedihan. Tampaknya ada benang merah di antara ketiganya.
Abu, lumpur, dan tanah adalah simbol kefanaan, sesuatu yang tak berharga, tak berarti. Manusia memang tak ada artinya dibanding alam semesta ini. Ketika memberi pengurapan abu, imam berkata, "manusia berasal dari abu dan kembali menjadi abu!" Kata-kata yang dikutip dari Kitab Kejadian ini untuk mengingatkan akan kefanaan kita sebagai manusia.
Pertobatan Kolektif
Puasa dan pertobatan adalah dua hal yang tak terpisahkan dalam tradisi puasa Katolik. Kedua hal ini masih dilengkapi dengan aksi nyata umat untuk sesama. Maksudnya, sebagai perwujudan tobat, umat diharap menyisihkan sebagian miliknya untuk kepentingan sesamanya. Uang atau barang-barang yang dikumpulkan selama masa puasa pada gilirannya akan dibagikan lagi kepada mereka yang membutuhkan.
Pada masa puasa, umat Katolik diingatkan untuk bertobat. Sebagai kelompok, umat diajak untuk bertobat secara bersama-sama. Agar pertobatan kolektif dapat lebih terarah, pimpinan gereja menentukan suatu tema setiap tahunnya. Tahun 2012 ini, tema yang dipilih adalah "Diutus untuk Berbagi".
Lewat tema ini, kita diajak untuk menyadari bahwa segala milik hendaknya tidak melulu untuk kepentingan pribadi. Ada orang-orang di sekitar umat yang mungkin jauh lebih membutuhkan, lebih susah hidupnya dari kita. Karenanya, umat disadarkan untuk rela berbagi dengan mereka yang kekurangan.
Semarak karnaval yang begitu meriah di Brasil atau di tempat lain menjadi kehilangan artinya ketika dipisahkan dari makna spiritual Rabu Abu. Selamat memulai masa puasa bagi umat Katolik sambil menyadari bahwa kita Diutus untuk Berbagi.
Oleh Heri Kartono, OSC
Penulis adalah seorang rohaniwan
Sumber: Koran Jakarta-nya Om Alex Marten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar