Senin, 31 Mei 2021

Menggelorakan Semangat Pancasila

Para founding fathers telah sepakat menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang majemuk ini. Keputusan itu merupakan pilihan bijak untuk menampung dan mewadahi keanekaragaman masyarakat Nusantara ini. Menghidupi filosopi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan tugas kita generasi berikutnya. 

Hal yang paling dasar dalam ideologi Pancasila adalah Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan sosial. Kelima hal ini menjadi dasar dan pilar menjadi Indonesia. Sila-sila ini juga harusnya menjadi dasar dalam mengambil keputusan dan kebijakan di negeri jambrut khatulistiwa ini. Bila hal ini dijalankan dengan sungguh-sungguh maka keindonesiaan kita akan semakin kokoh demikian juga sebaliknya. 

Di tengah perubahan zaman suara-suara yang ingin menggantikan ideologi ini dengan ideologi lain, yang mewakili golongan tertentu, haruslah kita lawan bersama. Upaya tersebut berbahaya bagi kesatuan republik ini. Disitulah upaya menggelorakan nilai-nilai Pancasila menjadi sangat relevan untuk terus digaungkan. Kelima nilai dasar Pancasila harus terus kita bangun dalam kehidupan sehari-hari.

Dari segi ketuhanan, kita adalah negara yang taat beragama. Namun kita juga jangan lupa, bahwa selain ketuhanan kita juga negara yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Artinya persaudaraan kita tidak terbatas pada kesamaan agama tapi juga kemanusiaan, persatuan dalam NKRI, musyawarah dan keadilan sosial. Inilah yang perlu terus digelorakan agar cara pandang kita semakin luas dan tidak menyempit pada salah satunya.

Di dalam ideologi Pancasila, kita membangun relasi dengan Tuhan (vertikal) dan sebagai mahluk sosial kita membangun relasi dengan manusia (horizontal). Relasi yang kita bangun dengan sesama manusia itu dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia yang dibangun dan dijalankan dalam permusyawaratan perwakilan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga. 

Selamat hari lahir Pancasila

Noverius Laoli, 1 Juni 2021.

"Sökhi mate moroi aila" masihkah relevan?


Istilah "sökhi mate moroi aila" (lebih baik mati dari pada malu) ini sempat populer khususnya di kalangan masyarakat Nias saat Menkumham Yasonna Laoly menggunakan istilah itu dalam diskusi di salah satu televisi nasional beberapa waktu lalu. Namun sebagian kalangan menafsirkan istilah peninggalan leluhur orang Nias itu sudah tak relevan lagi. 

Saya termasuk salah satu yang memandang peribahasa ini negatif. Secara logis orang mati tak bisa berbuat apa-apa lagi. Sementara kalau hanya malu, tapi masih hidup, kita masih bisa berbuat sesuatu untuk menebusnya. Kendati demikian, tidak juga salah kalau kita menelusuri secara historis kenapa istilah ini muncul dan masihkah ada hal positif yang tersisa darinya?

Nah dalam diskusi webinar yang diselenggarakan HIMNI Bandung pada Minggu sore (30/5/2021) kemarin istilah "sökhi mate moroi aila," ini secara khusus dikupas dengan menghadirkan narasumber top. 

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam pidato kuncinya mengatakan bahwa istilah ini tak bisa diartikan secara harafiah dan sempit. Tapi istilah ini lebih pada mendorong kita untuk menjaga sikap kita dalam relasi dengan sesama. Bagaimana agar kita menghormati orang lain sehingga kita tidak dipermalukan. 

"Kalau tidak mau dipermalukan, jangan mempermalukan orang lain," tegas Wamenkeu orang nias ini.

Sementara itu, Ephorus BNKP, Pendeta Tuhoni Telaumbanua memberi dasar historis istilah ini. Menurutnya istilah ini muncul tak terlepas dari filosofi atau tujuan hidup (goal) masyarakat Nias (Ono Niha) pada zaman dulu.  Tujuan hidup Ono Niha itu adalah menjaga lakhömi (kemuliaan). 

Hal-hal yang mendukung lakhömi ini seperti punya kekayaan, kaya akan pengetahuan, punya keturunan, menjaga nama baik atau identitas seperti kepemilikan wilayah, tanah dsb.

Sebagai contoh, pada zaman dulu, zaman perang antar kampung di Nias, upaya untuk menjaga wilayah (kampung) dari serangan musuh mutlak dilakukan. Ono Niha mempertaruhkan nyawa demi itu, karena itu menyangkut harga diri dan identitas. 

Agar goal itu tercapai maka mereka harus meningkatkan kualitas diri mereka. Baik itu fisik untuk pertahanan maupun kecerdasan agar tak terkecoh musuh.

Nah, dari sudut pandang inilah istilah "sökhi mate moroi aila" masih relevan untuk kita hidupkan pada zaman disrupsi ini. Bahwa sebagai Ono Niha kita punya goal yang harus kita perjuangan mati-matian. Bagaimana agar kita dapat menjaga "lakhõmi" kita tetap bersinar. 

Salah satu caranya adalah dengan membuat diri kita berkualitas. Kita harus berjuang keras menjadi orang yang sukses tanpa mengabaikan norma-norma hukum.

Dalam konteks inilah istilah "sökhi mate moroi aila" bisa menjadi panduan hidup Ono Niha.

Marinus Gea, anggota DPR dari Fraksi PDIP misalnya mengatakan bahwa istilah ini juga relevan bagi orang lain yang merantau. Orang Nias yang merantau harus sukses kalau tidak maka mereka malu. Kalau pulang kampung harus menunjukkan bawa mereka sukses.

Selain itu, ia juga menemukan sangat jarang orang Nias yang merantau mau mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rendah seperti OB atau tukang kebun, karena mereka malu kalau diketahui orang sekampung. Untuk itu, mereka harus kerja keras agar sukses diperantauan. 

Marinus Gea ini termasuk tokoh Nias yang sukses diperantauan karena ia menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Banten.

Kasianus Telaumbanua, hakim tinggi di Jambi juga mengingatkan bahwa baik untuk tetap menjaga nilai-nilai warisan leluhur. Namun hendaknya juga dalam menjaga harga diri tetap memerhatikan koridor hukum agar tidak melanggar hukum, dan adat istiadat setempat.

Setelah menelaah opini di atas, istilah "sökhi mate moroi aila" masih sangat relevan bagi kita saat ini.  Istilah ini memberi makna tujuan hidup kita Ono Niha yakni kita harus bekerja keras agar kita molakhōmi, agar identitas diri dan derajat kita sebagai manusia tetap terjaga.



Minggu, 28 Juli 2019

Hatiku gelisah dalam pencarian


Saat tahun terus berganti, dan umur terus bertambah, apakah kita berhenti belajar? Saya tidak. Saya terus belajar. Saya tidak mengerti mengapa saya suka belajar. Yang pasti, dalam diri saya, ada suatu dorongan untuk terus mencari sesuatu yang belum saya peroleh. 

Dorongan itu begitu kuat, bahkan bisa membuatku sangat cemas bila aku mendapatkan diri menghabiskan hari-hariku tanpa melakukan apa-apa yang menurutku penting.

Berawal dari dorongan kuat itu, aku mulai  menjernihkan dorongan-dorongan itu. Sebenarnya, apa sih yang ingin aku cari? Pekerjaan sudah tetap, keluarga sudah dibangun, tempat tinggal sudah ada. Biasanya saya melihat banyak orang yang posisinya mirip dengan posisiku  memilih menikmati hidup dan menjalankan rutinitas mereka dengan gembira.

Tapi ada apa denganku? Yang terus mencari dan terus menggali? Nah inilah yang ingin aku jawab dalam tulisan pendek ini. Aku mengakui benar, ada suatu hasrat dan ambisi yang belum aku capai. Saat ini, aku menamainya kebebasan secara finansial.

Meskipun aku sudah bekerja, setiap bulan terima gaji, sesungguhnya aku hanyalah seorang karyawan. Suatu saat, aku akan pensiun, atau bisa saja dipecat atau kehilangan pekerjaan. Kondisi ini cukup mengkhawatirkanku. Karena yang aku cari adalah kemandirian. Aku ingin semakin hari, ketergantungan itu semakin mengecil.

Ketergantungan pada pekerjaan sebagai karyawan. Itulah yang aku ingin terus kikis. Agar bisa menuju kemandirian secara finansial.

Namun faktanya ini bukanlah hal mudah. Aku sudah mencoba beberapa bisnis sampingan, upaya-upaya menuju ke sana pernah aku bangun. Namun hampir semuanya gagal. Aku kecewa dan aku semakin khawatir.

Di balik pencarian yang belum menemukan titik terang itu, aku mulai mendapatkan pijakan kuat. Aku mengetahui aku sudah mulai menemukan fondasi yang bisa membawaku menuju kemandirian finansial itu. Aku harus berinvestasi dan tempatnya di bursa saham. Jadi investor dan bukan trader.

Ini butuh waktu, bertahun-tahun. Aku harus kudu bersabar dan terus meningkatkan investasiku itu dari waktu ke waktu. Perlahan-lahan dan terus bertumbuh. Seperti kata guruku waktu SD. Menabung sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.

Berinvestasi sedikit demi sedikit lama-lama juga bisa menjadi bukit.

Tentu saja, maksudnya tak sebatas berinvestasi, tapi juga cerdas berinvestasi. Belajarlah dari orang-orang yang sudah sukses berinvestasi. Semoga berhasil.



Jumat, 05 April 2013

Mengenal sosok unik Jenderal Pramono Edhie Wibowo

Kepala Kesatuan Angkatan Darat  TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo berfoto bersama wartawan di Istana Merdeka, Senin (25/3) oleh Noverius Laoli

Senin (25/3/2013) di Istana Merdeka

Pramono Edhie Wibowo, Jenderal bintang empat, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat ini tidak begitu saya kenal.  Pria kelahiran Mangelang, Jawa Tengah pada  5 Mei 1955 ini memiliki pribadi yang unik, begitu kelihatan sekilas. Sebagai wartawan yang baru masuk di lingkungan Istana dan mengenal sosok petinggi negara ini dari dekat, saya masih awam dalam memandang mereka. Pak Edhie demikian ia biasa dipanggil wartawan mulai tercuat namanya ke publik setelah dipilih menjadi Kepala Staf Angkata Darat menggantikan Jenderal TNI George Toisuta pada 2011 lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, iparnya sendiri. Belakangan ini, nama Pramono semakin dikenal publik karena digadang-gadang memiliki potensi sebagai calon presiden dan wakil presiden pada pemilu tahun 2014 mendatang. Bahkan beberapa bulan terakhir namanya mewarnai pencalonan ketua umum Partai Demokrat yang sedang berkuasa tapi krisis kepemimpinan.

Namun terhadap semua itu, Jenderal Pramono Edhie memiliki keunikan tersendiri, setidaknya di mataku yang sekilas menenalnya. Sejak kecil, saya selalu berpandangan bahwa militer itu seram, menakutnya dan galak. Militer dalam pikiran kecilku itu harus ditakuti, dan sebisa mungkin kita tidak boleh dekat-dekat dengan mereka kalau mau aman. Maklum, ketika masih kecil, saya beberapa kali melihat serdadu menggunakan dinas tentara keluar masuk kampung dan menangkap mereka yang main judi atau menebang kayu. Ayahku sendiri beberapa kali harus berhadapan dengan koramil karena menebang kayu di kebun sendiri kemudian dijual. Kayu itu baru bisa dijual setelah ada uang pelicinnya.
Kepala Kesatuan Angkatan Darat  TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo berfoto bersama wartawan di Istana Merdeka, Senin (25/3) oleh Noverius Laoli
Selain itu, di depan mataku sendiri, aku melihat tentara memukuli seorang tersangka pelaku kejahatan di kampung kami lorong dua Sitonggi-Tonggi, Desa Lubuk Ampolu, Kecamatan Badiri (dulu masih kecamatan Lumut), Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Mereka memukulnya tak mengenal ampun dan sadis. Saya juga melihat, seorang kakek ditangkap dengan pistol di tangan, itu juga di kampung kami. Padahal sang kakek adalah ayah mertua kepala desa sendiri, dan para tentara itu datang ke kepala desa hanya untuk melapor saja telah melakukan penangkapan. Betapa pedih dan tak berdayanay sang kepala desa. Berdasarkan pengalaman itu, mendengar nama tentara saja, aku sudah memilih menjauh.

Tapi bagaimana dengan Pramono Edhie? Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI AD (Pangkostrad) ini lain sama sekali. Matanya yang tajam tampak menunjukkan persahabatan dan niat baik. Ia juga terasa begitu hangat dengan awak media. Dalam memberikan pernyataan, mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) ini terlihat bersemangat, ramah dan menyenangkan. Ia tampak tenang menghadapi wartawan dan banyak tersenyum. Matanya yang tajam menunjukkan pribadinya yang kuat, tapi justru itu membuat para kuli tinta merasa nyaman dengannya. Terkadang ia harus sabar menghadapi pertanyaan dari wartawan yang mungkin dalam beberapa hal kurang berkenan padanya, tapi tidak menunjukkan ekspresi tidak senang atau nada suara yang meninggi. Berbeda dengan beberapa menteri yang latar belakangnya militer bisa menjawab pertanyaan wartawan dengan nada tinggi dan mata melotot.

Nah pada hari ini, Senin (25/3), di Istana, pak Edhie kembali lagi di doorstop awak media di Gedung Istana Merdeka. Pada kesempatan itu, ia menjelaskan bahwa pada tanggal 5 Mei nanti ia genap berusia 58 tahun. Berdasarkan peraturan militer, ia sudah harus pensiun. Artinya, masa jabatannya sebagai orang nomor satu di TNI Angkatan Darat hanya satu bulan beberapa hari lagi. Mendengar itu, awak media menanyakan mau jadi apa setelah pensiun. Dengan sopan dan suara kebapaan, ia menjawab ingin mengurus keluarga. Mantan ajudan Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2001 ini mengaku sedih karena anaknya sempat memanggilnya om lantaran begitu jarangnya ia bersama keluarganya. Ia merasa asing bagi anak-anaknya sendiri karena sibuk bekerja dalam tugas-tugasnya di militer.

Yang menariknya, setelah wawancara, para wartawan tiba-tiba menyalami Jenderal Pramono Edhie. Kemudian, meminta foto bersama. Ide ini pun ditanggapi dengan serius. Pak Edhie bilang, "mumpung sekarang saya masih Jenderal aktif, nanti setelah pensiun tidak bisa lagi memakai pakaian dinas ini," ungkapnya sambil tersenyum. Para wartawan yang awalnya malu-malu akhirnya mengerubuni sang Jenderal dan berfoto-foto bersama. Ia pun melayani permintaan foto satu per satu dari para awak media. Dari dekat, Pak Edhie tampak bahagia sekali dan menikmati masa-masa akhir masa tugasnya di TNI AD. Ia merasa senang dan para wartawan juga merasa nyaman bersamanya. Ia bagaikan bapak dan dengan lembut menyapa wartawan. Sampai-sampai pujian dari mulut para wartawan pun keluar begitu saja. "Pak Edhie memang jenderal yang baik," kata salah satu suara. Ia pun cuma tersenyum tersipu-sipu menerima pujian itu. Bahkan dalam salah satu foto tersebut, ada saja wartawan yang tak segan-segan merangkul sang jenderal. Bahkan di depannya pun ada wartawan yang bergaya. Tapi kesederhanaan dan pribadinya itu tidak menurunkan wibawanya sebagai jenderal bintang empat.

Satu hal yang berkesan dari putra Jenderal Sarwo Edhie ini adalah ia berusaha berbicara jujur. Dalam beberapa kesempatan, Jenderal Edhie selalu mengatakan, saya jujur mengatakan akan mengusutnya dengan tuntas. Ia mengatakna itu ketika anak buahnya menyerang Markas Polres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan ia mengatakan akan mengusut tuntas. Terakhir ia juga mengatakan, saya jujur mengatakan akan menindak dan membentuk tim investigasi jika dari hasil investigasi kepolisian, ada indikasi anggota TNI AD terlibat dalam penyerangan Lapas Cebongan, Sleman Yogyakarta yang menelan empat nyawa narapidana. Tidak lama kemudian, Tim dari AD dibentuk dan akhir TNI mengungkap bahwa 11 Anggota Kopassus terlibat penyerangan. Jenderal Edhie sekali lagi benar-benar jujur.
Panglima TNI AD Laksamana Agus Suhartono bersama Kepala Kesatuan Angkatan Darat  TNI AD Jenderal Pramono Edhie Wibowo dan Kepala Staf Angkatan Udara, dan Kepala Staf Angkatan laut terlihat diskusi serius di Istana Merdeka menanggapi isu kudeta yang diancam lewat demo besar-besaran tapi pada akhirnya tidak terjadi, Senin (25/3) oleh Noverius Laoli
Melihat dan berinteraksi dengan Pak Edhie, pola pikirku terhadap tentara sedikit berubah. Namun tak semuanya, karena akhir-akhir ini, ada banyak anggota TNI juga yang suka melakukan kekerasan seperti membakar kantor polisi atau menyerang Lapas dengan menyamar. Bagaimana pun masih menakutkan. Tapi bos para tentara Angkatan Darat itu ternyata jauh berbeda dengan anak buahnya. Sebagai pribadi, Pramono Edhie memang orang yang unik dan unggul. Bisa dikatakan, bahwa Pramono Edhie merupakan bibit unggul yang jarang di temukan. Itulah yang membuatnya semakin banyak dilirik untuk memegang tampuk kekuasaan di negeri ini. Semoga saja orang-orang seperti Pramono Edhie bisa menjadi teladan dan jika kelak bernasib baik bisa menjadi salah seorang petinggi sipil di negeri ini. Karena di militer ia hanya aktif dalam hitungan hari lagi.

Senin, 25 Maret 2013

Ekonomi tumbuh tinggi, kekerasan dan kebrutalan juga

Pagi itu, Jumat (22/3), mataku masih terasa berat. Tapi kupaksakan juga bisa bangun pagi. Saya langsung mengecek telepon genggam. Setiap pagi, kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyoo lagi tidak ke mana-mana, pasti ada agenda dari humas Istana. Ternyata benar, ada sms masuk. "Acara RI 1 Jumat 22/3 di Istana Negara pukul 09.00 WiB, pertemuan silaturahim RI 1 dengan para pimpinan lembaga negara. Terminal penumpang II pelabuhan Tanjung Priok pukul 15.00 WIB, ground breaking pembangunan terimal Kalibaru pelabuhan tanjung priok," demikianlah bunyi SMS tersebut. Berarti saya harus sudah tiba di Istana Negara setengah jam sebelum jadwal acara di mulai. Begitulah aturannya. Jika terlambat, jangan harap bisa masuk, pintu sudah ditutup dan disuruh menggun di luar sampai acara selesai. Itulah aturannya, artinya tepat waktu.

saya langsung menuju kamar mandi, dan 20 menit sebelum pukul 09.00 WIB saya sudah tiba di Istana dan masuk ke ruang bioskop, ruang wartawan. saya awalnya mengira teman-teman wartawan sudah pada menuju gedung Istana Negara. Tapi ketika saya masuk, jumlah wartawan sudah banyak tapi belum ada pergerakan ke arah gedung Istana Negara. Setelah menayakan, ternyata, presiden melsayakan pertemuan tertutup dengan para kepala negara dan wartawan tidak diperkenankan meliput. Jadi terpaksa harus menunggu setelah acara selesai, baru ada keterangan pers. Meski sedikit kecewa, karena sudah bangun lebih pagi, saya memilih membuka-buka internet dan mencari isu-isu baru untuk dikembangkan hari ini.

Setelah sekitar kurang lebih dua jam mengadakan pertemuan, presiden beserta petinggi-petinggi lembaga negara akan mengadakan konferensi pers. Presiden SBY yang menyampaikan apa saja isi pembicaraan mereka. Sementara mulai dari Wakil Presiden Boediono, Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, ketua DPD, Ketua BPK dan didampingi tiga menteri koordinator yakni Djoko Suyanto, Hatta Rajasa, Agung Laksono, beserta pelanggan tetap Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam berdiri di barisan kedua pada konferensi pers tersebut.

Setelah menjelaskan soal isi rapat atau kosultsasi mereka, SBY tak lupa menyinggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketika masuk topik itu, para wartawan semua sudah mahfum, bahkan sampai hafal apa saja yang  akan segera diuraikan sang kepala negara. SBY seolah memuji diri sendiri atas prestasinya sendiri soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi di atas 6% atau tepatnya 6,2%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi yang kedua tertinggi setelah China di Asia. Sementara negara-negara lain masih sibuk berkutak menghadai krisis global yang bersumber dari Eropa. SBY selalu memuji prestasinya tersebut di mana saja ia berpidato. Untuk menguatkan prestasinya tersebut, SBY selalu merefer ke media internasional dan pujian yang diterima dari dunia internasional.

Berbanding terbalik ketika sang presiden menyinggung tanggapan dalam negeri yang ia pandang selalu negatif. Bahkan pernah suatu ketika, di saat memberikan sambutan di depan para bupati se Indonesia, SBY mengkritik media nasional yang tidak pernah mengekspos prestasi yang diukir pemerintahannya tersebut. Saat itu, ia menyarankan para bupati agar membaca media asing saja agar tahu seperti apa prestasi Indonesia di bawah pemerintahannya. Menurut SBY media asing justru yang lebih obyektif daripada media nasional. SBY ternyata suka suuzon juga dengan media nasional.

Cerita berapa kali orang nomor satu RI ini menceritakan kesukesannya perekonomian Indonesia, tak terhitung banyaknya. Di mana pun SBY berada dan memberikan pidato atau sambutan, selalu saja isu soal keberhasilan dan pertumbuhan ekonomi ini ia selipkan dalam pidatonya. Pernah dalam sehari, ada tiga kali agenda SBY memberikan pidato, maka pada semua pidato itu, isu yang sama yakni pertumbuhan ekonomi pasti selalu di kupas dan ujung-ujung presiden selalu lebih bangga menyebut yang asing-asing, seperti pujian dari dunia internasional dan media-media asing lebih tahu perkembangan Indonesia ketimbang media nasional.

Tak terkecuali hari ini, Setelah menyinggung pertumbuhan ekonomi di depan para petinggi lembaga negara, presiden juga seperti diduga, menyinggung pertumbuhan ekonomi yang sama pada pidatonya di Tanjung Priok. Di sini, setelah memuji diri sendiri soal prestasi pertumbuhan ekonomi, SBY menyebut seorang sahabatnya,  yang berkunjun ke kantornya dua hari lalu. Namanya Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris. Tony ternyata juga memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurutnya sangat tinggi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia itu menurut Blair dalam penuturan Presiden bagaikan mimpi di Eropa yang saat ini sedang mengalami resesi. Mimik waja presiden tampak puas tiap kali ini menyebut yang asing-asing.

Spontan ia mendapatkan tepuk tangan meriah dari hadirin. Namun salah seorang teman wartawan di sampingku ternyata usil juga. Ia bilang, wah pak beye di sini ia membual lagi. Mungkin bagi kita (wartawan) yang tiap  hari mendengarkan ocehan soal pertumbuhan ekonomi ini sudah hampir mual mendengarnya. Tapi bagi orang-orang awam, cerita pak presiden ini cukup membuai juga, ujarnya terkekeh-kekeh. Apagi ia menyebut Tony Blair lagi sebagai sahabat, weleh-weleh kata teman tadi sambil geleng-geleng kepala. Saya pun ikut tertawa juga mendengar gurauan tadi. Memang benar apa yang dikatannya.

Menurutku presiden SBY sudah benar soal pertumbuhan ekonomi. Itu memang berdasarkan data dan fakta. Patut diancungi jempol. Tapi kalau tiap hari ceritanya hanya itu-itu saja, dan seolah-olah sudah puas dengan itu, menjijikkan juga. Apakah pak presiden ini haus akan pujian ya? Kok tiap kali menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi di tengah krisis global, ia begitu bangga? Apakah tidak ada prestasi lain selain itu? Apakah tidak ada ceritanya yang lain selain dari pertumbuhan ekonomi? Lalu bagaimana soal kekerasan di OKU? Anggota TNI menyerang markas polisi dan membakarnya habis? Bagaimana soal penembakan warga sipil dan tentara di Papua? Lalu isu yang paling hangat dan menyedihkan serta mengerikan adalah sekelompok orang bersenjata lengkap dan sangat terlatih menyerbu penjara dan membunuh empat narapidana tersangka pembunuh salah seorang anggota kopassus di Sleman, Yogyakarta?

Sejumlah gereja dan masjid untuk tempat ibadah warga muhamadiyah diserang dan dibakar habis. Sejumlah nyawa melayang sia-sia. Lalu di mana prestasi presiden? Apakah ia pernah mengungkapkan ada kemajuan soal penangangan keamanan itu? Apakah SBY hanya bisa bangga pada pertumbuhan ekonomi saja? Sebagai wartawan dan warga negara, sering kali aku tak habis pikir soal ini. Sebagai orag yang tiap hari meliput di sekitar Istana Kepresidenan, saya merasa ada yang janggal dengan presiden kita ini. Menurutku sang bapak presiden terhormat ini sangat peduli pada diri sendiri, jabatan, penghargaan, wibawa, keluarga dan kelompoknya seperti partai demokrat.

Coba lihat isu-isu yang menyerang harga dirinya soal simbol kerbau pada demonstrasi? Presiden marah dan saat ini tidak bisa lagi dibawa binatang saat melakukan demonstrasi. Lalu lihat kasus demokrat yang berlarut-larut soal konflik internal, pemilihan calon ketua umum dan sebagainya. Membaca berita itu rakyat sudah muak sangking over eksposnya. Lalu lihat isu anaknya Edhie Baskoro Yudhyono alias Ibas yang bolos rapat paripurna di DPR tapi datang hanya untuk absen saja. Hanya sehari berselang, cucunya dari Ibas di operasi dan itu semua menjadi berita nasional. Sungguh ruang publik lebih banyak diisi isu soal keluarga presiden. Lalu ketika pembunuhan terjadi di sana sini, penyerbuan aparat ke amanan ke lebaga lain dan masyarakat sipil, perhatian SBY tidak begitu terusik. Ia memilih menyerahkannya pada hukum saja. Tapi ketika masalah SPTnya bocor di salah satu media, ia langsung reaktif, langsung memberi tanggapan dan bahkan sering di angkat jadi topik pembicaraan di setiap kesempatan. Narsiskah presiden kita? Saya juga tidak tahu, tapi begitulah yang terlihat.


Noverius Laoli

Jumat, 22 Maret 2013

Ketika Gedung Utama Setneg terbakar pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono


Gedung Utama Sekretari Negara RI terbakar. Foto diambil di depan gedung Istana Negara bercat putih, sejumlah wartawan dan petugas keamanan istana sedang panik dan sebagian ambil foto, Kamis (21/3) sore pukul 17.00 WIB. Foto:Noverius Laoli
Hari itu (Kamis, 21/3/2013) jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Seperti baisa, suasana istana kepresidenan tenang dan hening. Cuaca Jakarta yang siang tadi cukup panas, sore ini sudah cukup adem.  Meskipun demikian, AC di dalam gedung kantor presiden tidak terasa sedingin sebelumnya. Kalau biasanya, saya harus memakai jaket agar bisa bertahan lama dalam gedung, saat ini, udaranya terasa biasa-biasa saja, tidak panas dan tidak terlalu dingin.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, bersama sejumlah menteri yakni Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Menkopolhukam Djoko Suyanto, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri dalam negeri Gamawan Fauzi, bersama Sekretaris Kabinet Dipo Alam sedang rapat terbatas di lantai dua Kantor Presiden. Mereka membahas soal pagu anggaran pada tahun 2014 nanti. Sebelumnya pada pagi hari SBY mendatangi kantor kementerian keuangan untuk menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak pribadinya. Dan pada siang hari sebelum rapat terbatas melantik Hakim Agung Muhammad Saleh sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Yudisial di Istana Negara.

Saya dan teman-teman wartawan lainnya sedang nongkrong di lantai satu kantor presiden. Tepatnya di ruang konferensi pers. Ruangan ini memang tempat yang dikhususkan untuk wartawan jika presiden sedang melakukan tugas-tugasnya seperti menerima tamu atau ada rapat kabinet. Di sini, setiap orang yang masuk ke kantor presiden harus melalui ruangan wartawan ini. Sehingga bisa dipastikan tidak ada menteri yang lolos dari jangkauan wartawan jika ingin melakukan doorstop.

Namun ada kekecualian bagi Wakil Presiden Boediono yang memang tidak bisa di doorstop sama wartawan selalu lewat kantor depan presiden yang tidak semua orang bisa melaluinya, termasuk para menteri kecuali menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Namun pada hari ini, Sudi tidak hadir pada rapat tersebut karena sedang melawat kakaknya yang meninggal di Bandung. Padahal, menteri Sudi selalu hadir dalam setiap rapat-rapat yang diadakan presiden, termasuk saat menerima tamu dalam dan luar negeri.

Suasana yang hening di dalam ruangan pers tiba-tiba gempar dan diliputi kekagetan dan kepanikan. Salah seorang humas istana meminta wartawan segera keluar karena gedung utama Sekretariat Negera terbakar. Spontan, para wartawan yang sedang capek menunggu selesainya rapat terbatas, dan sebagian sedang melamun, sebagian lagi asyik mengetik berita, langsung keluar ruangan meninggalkan pekerjaan mereka. Laptop, sebagian telepon genggam yang lagi diisi baterainya ditinggal saja di atas meja. Tas-tas dibiarkan di tempatnya. Satu-satunya barang yang selalu melekat dalam tangan wartawan adalah telepon genggam (sebagian wartawan memiliki lebih dari satu telepon genggam) dan recorder, termasuk kamera bagi fotografer atau kameramen dari TV.

Hanya beberapa langkah keluar dari ruang pers kantor presiden, api dan asap hitam yang melahap habis atap Gedung Utama Sekretariat Negara yang terdiri dari tiga lantai menjadi tontonan yang mengagetkan di depan mata.. Anging yang cukup kencang membuat si jago merah itu tampak ganas seperti memamah biak di atas gedung Setneg. Suasana sekitar terasa panik. Pasukan pengaman presiden mondar mandir, lari ke sana ke mari. Untuk sementara waktu keangkeran istana yang penuh disiplin dan aturan serta larangan seolah-olah terlupakan. Wartawan langsung berlari ke arah Gedung Setneg dan sebagian berdiri di halaman depan Gedung Istana Negara untuk mengabadikan peristiwa bersejarah itu dengan kamera masing-masing.
Gedung Utama Sekretaris Negara terbakar, Kamis (21/3) Foto:Noverius Laoli
Jarak antara Gedung Istana Negara dengan Gedung Setneg kira-kira 50 meter saja, di tengah kedua bangunan ini, masih ada satu bangunan satu lantai yang biasanya digunakan para pejabat untuk bekerja dan mengadakan kegiatan. Nah Gedung Setneg berada di sebelah kanannya Gedung Istana Negara yang biasanya tidak bisa dilewati wartawan. Tapi waktu kebakaran, justru sebagian besar wartawan belari ke arah ini, dan tidak jadi masalah lagi.

Dengan tangan gemetar setelah mengambil foto-foto gedung Setneg yang terbakar, saya langsung mengetik dan memberikan laporan ke kantor. Sambil mengetik suara-suara simpang siur tentang kebarakan di lantai tiga masuk ke telinga saya dari sebagian petugas di sekitarku yang mondar mandir di depan gedung Istana Negara. Spontan apa pun informasi yang saya dengar waktu itu langsung saya tuliskan dan kirimkan ke kantor. Tidak lama kemudian suara sirene mobil pemadam kebakaran meraung-raung memasuki gedung Setneg dan bagian depan gedung Istana Negara yang selama ini hanya boleh dilalui oleh Presiden dan tamu negara setingkat kepala negara.

Suasana semakin panik dengan bertambah banyaknya wartawan dan kerumunan para petugas. Bahkan tidak lama kemudian para menteri yakni yang tadi sedang rapat langsung menuju ke arah gedung Setneg. Menteri Keuangan Agus Marto tidak langsung masuk ke mobil dinasnya, tapi berjalan sendiri ke arah gedung setneg sambil diikuti oleh ajudannya. Para menteri waktu itu yang selama ini dikerumuni wartawan, pada waktu kejadian itu, justru bersama-sama wartawan mengerumuni samping gedung setneg menyaksikan api yang sedang ganas di  lantai tiga gedung tersebut.

Menko perekonmian Hatta Rajasa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mendagri Gamawan Fauzi dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam sambil memakai topi berlari-lari kecil ke arah gedung Setneg. Sesuatu yang aneh bagi pejabat setingkat mereka. Lalu para menteri dan wartawan berbicang-bincang seperti teman sendiri di samping gedung Setneg. Nyaris tidak ada perbedaan antara pejabat dan wartawan. Namun yang namanya wartawan tidak akan melepaskan momen kedekatan ini begitu saja. Sambil melihat-lihat gedung Setneg, recorder tetap di arahkan ke dekat mulut para menteri untuk menanyakan tanggapannya terkait gedung yang terbakar dan apa saja hasil sidang terbatas tadi.

Tidak lama kemudian setelah para menteri menyambangi gedung setneg yang terbakar, presiden SBY dikawal pasukan pengaman presiden (Paspampres) langsung menginspeksi lokasi kejadian. Ia tampak memberikan arahan kepada Sekretaris Menteri Sekretaris Kabinet Lambok V Nahatan. Ia meminta agar memprioritaskan penyelamatan nyawa manusia, dan kemudian dokumen penting negara. setelah itu sisanya dilupakan saja. Pada saat inspeksi presiden, dua kali terdegar  ledakan besar dari lantai tiga gedung tersebut. Diduga yang meledak itu adalah televisi atau kompouter yang terbakar.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan arahan kepada Sekretaris Menteri Sekretaris Negara Lambok V Nahatan, di sebelah kanan presiden ada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Ham Djoko Suyanto sedang asyik melihat api yang melahap lantai tiga gedung utama Setneg, Kamis (21/3). Foto:Noverius Laoli
Tidak lama kemudian SBY sudah meninggalkan lokasi kejadian. Namun para menteri masih bergerombol sambil melipat tangan di dada mereka asyik melihat-lihat si jago merah menyelesaikan tugasnya. Namun berbeda dengan wajah ibu Negara Ani Yudhoyono yang tampak kaget melihat kebakaran itu. Tampaknya sang ibu negara panik, tapi kamera DSLR tampak ditangannya. Tidak lama kemudian keluarga presiden dievakuasi di Wisma Negara. Tapi juru bicara presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan keluarga presiden bukan dievakuasi tapi memang itulah tempat yang paling tepat karena posisinya lebih tinggi  untuk dapat melihat api di yang melahap lantai tiga gedung Setneg.

Para wartawan radio dan tv asyik  menyampaikan laporan soal kebakaran bersejarah tersebut. Sementara wartawan cetak dan online sibuk mengetik dan segera mengirim berita dan gambar ke redaksi masing-masing. Kegelisahan yang sempat muncul di raut muka mereka sudah tak terlihat lagi. Justru senyum dan tawa tampak sesekali dari mereka. Apa yang ditertawakan? Yah saling menertawakan teman yang melakukan hal-hal lucu dan aneh selama kebakaran terjadi. Kebakaran itu sendiri sudah bisa dijinakkan pada pukul 18.00 WIB.

Tidak lama kemudian sekita pukul 18.30 WIB, pihak Setneg mengadakan konferensi pers di gedung I Setneg. Gedung ini terpisah dari Gedung Utama Setneg yang terbakar atau berada di sebelah kiri Gedung Utama Setneg. Para awak media pun langsung di suruh masuk dalam sebuah ruangan  yang  mirip aula dan di sana sudah ada kursi untuk duduk sekitar 50 kursi. Adalah sekretaris Menteri Sekretaris Negara Lambok V Nahatan  yang menyampaikan konferensi pers ini. Ia didampingi Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha. Lambok mengatakan bahwa kebakaran gedung utama setneg diduga disebabkan korslet listrik. Kemudian ia menegaskan tidak ada korban jiwa dalam kebakaran tersebut dan semua dokumen negara aman terkendali. Selain  itu, hanya lantai tiga yang terbakar, sementara lantai satu dan dua tidak sempat terbakar karena api sudah dijinakkan. Ia membantah jika alat-alat pengamanan internal tidka bersfungsi saat kebakaran terjadi.

Lambok membeberkan betapa mereka berjuang menggunakan alat-alat pengamanan internal untuk memadamkan api. Justru berkat adanya pengamanan internal itulah, makanya gedung berlantai tiga itu tidak terbakar seluruhnya. Sambil menunggu mobil pemadam kebakaran dari Pemerintah Daerah DKI, pihak internal Setneg sudah mengamankan dan melokalisir api hanya di lantai tiga saja. Mereka menyiram gedung lantai dua agar api tidak merambat kesana. Tapi berdasarkan fakta dilapangan, tidak ada suara sirine sebagaimana lazimnya jika suatu gedung atau hotel terbakar. Sirene itu harusnya langsung meraung-raung ketika ada asap meskipun jumlahnya masih sedikit. Air langsung keluar. Saya tidak tahu apakah ada  yang disembunyikan dalam keterangan pers ini atau tidak.

Malam pun sudah berlalu, aparat keamanan seperti pihak kepolisian sudah memasuki wilayah setneg. Kapolri, Jenderal Timur Pradopo tampak memasuki wilayah istana dan sejumlah petinggi kepolisian lainnya. Tidak lama setelah mereka datang Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi juga datang meninjauh lokasi. Ia bilang kedatangannya untuk memastikan bahwa anak buahnay tetap stand by di tempat mengerjakan tugas-tugas mereka.
Gedung Utama Setneg terbakar, mobil pemadam kebakaran sudah tiba di lokasi, dan api mulai bisa dijinakkan, Kamis (21/3). Foto:Noverius Laoli
Malam pun semakin larut, api sudah bisa dijiknakkan, tapi bau arang dari gedung utama Setneg masih menyegat hidung. Sejumlah aparat keamanan sibuk melakukan olah tempat kejadian perkarat (TKP). Sebagian wartawan pun memilih pulang ke rumah masing-masing. Sementara di depan Istana, di wilayah monas terlihat beberapa mobil satelit dari beberapa media yang siap-siap memberitakan peristiwa penting yang tiba-tiba muncul.

Yah, begitulah peristiwa kebakaran di gedung Setneg pada Kamis sore di saat Jakarta sedang macet-macetnya dan presiden sedang sibuk rapat. Di saat para pewarta memiliki separuh tenaga yang tersisa setelah seharian mengikuti kegiatan presiden dari satu tempat ke tempat lainnya. Tapi api itu seolah-olah menambah tenaga kembali dan membangkitkan semangat yang sudah turun. Ada energi dari kebakaran.

Noverius Laoli

Rabu, 20 Maret 2013

Presiden SBY, kegiatan dan Tamu-tamunya

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendang berbicang-bincang dengan Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair di Kantor Presiden, Rabu (20/3). Foto: Noverius Laoli
Rabu 20 Maret 2013


Dalam satu bulan terakhir, saya kerap kali bangun agak kesiangan. Cuaca Jakarta yang panas membuat sulit tidur dan tidurnya pun tidak nyenyak. Kamarku yang kecil dan hanya ada kipas angin tidak bisa mengusir gerah yang muncul tiap malam. Padahal pagi ini aku harus buru-buru ke Jakarta Convention Center (JCC) untuk menghadiri acara Pak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada tahun 2013 ini saya ditugaskan oleh kantor untuk menjadi wartawan istana negara dan meliput semua kegiatan sang presiden.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB. Aku berangkat ke JCC dengan sepeda motor. Suasana jalanan memang masih macet dan udara yang panas seakan membakar kulit. Para pengendara sepeda motor tampak tidak sabar dan terkesan buru-buru. Pengendara kenderaan roda dua ini suka menyalib sana sini seolah tak peduli akan nyawanya. Aku terus memacu sepeda motorku dan akhirnya memasuki kawasan Senayan. Sebagai wartawan yang memiliki kartu pers Istana Presiden, aku tidak mengalami kesulitan saat melalui pintu pemeriksaan. Bahkan tidak perlu lagi menggunakan ID pers yang disiapkan panitia bagi wartawan-wartawan lain yang tidak memiliki kartu pers istana.

Di JCC terlihat banyak orang yang berseragam militer. Ketika memasuki Plenary Hall, ruang pertemuan, terdapat sekitar 1000 tentara menggunakan pakain dinas militer negara masing-masing. Ternyata di pertemuan kali ini, ada sebanyak 38 negara yang mengirim militernya dan setiap negara dipimpin satu ketua delegasi. Kabarnya, ada juga banyak menteri pertahanan negara-negara di dunia yang sudah berada dan akan meramaikan Penyelenggaraan Jakarta Internasiotional Defense Dialogue (JIDD) 2013.

Di sinilah, Presiden SBY dan kemudian baru tahu, ternyata Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao memberikan sambutan mereka. Tentu saja dalam acara ini, semua pembicara pasti menyampaikan sambutan mereka dalam bahasa inggris. Bagi saya yang bahasa inggris hanya pas pasan tentu tidak mudah membuat berita dengan cepat dan menyimpulkan topik menarik yang akan dibicarakan. Tapi untung saja, sebelum SBY menyampaikan sambutan, saya sudah mendapatkan soft copy pidatonya dalam bahasa inggris. Dengan demikian, tugasku tidak terlalu sulit, tinggal membaca naskah pidato itu dan menentukan topik apa yang mau saya tulis. Tapi karena teksnya menggunakan bahasa inggris, maka saya harus lebih hati-hati memahami kata demi katanya agar tidak terjadi kesalahan pada saat membuat beritanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang berbincang dengan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao setelah keduanya melakukan pertemuan bilateral di Istana Merdeka, Rabu (20/3). Foto: Noverius Laoli
Sebelum pukul 14.00 WIB saya sudah berada di Istana Merdeka. Di Istana yang digunakan hanya pada saat menerima tamu-tamu negara sekelas kepala negara atau pemerintahan ini, baru saya masuki sejak dua hari terakhir. Berbeda dengan hari Kemarin ketika Presiden menerima Presiden Republik Belarus Alexander Lukashenko. Waktu itu, diadakan upacara penghormatan dan dilepaskan beberapa dentuman meriam. Kali ini tidak ada pasukan kehormatan dan SBY hanya menyambut tamunya di depan pintu masuk Istana Merdeka.

Setelah melakukan pertemuan kurang lebih selama satu setengah jam didampingi menteri luar negeri masing-masing negara dan beberapa menteri dari Indonesia, SBY dan Xanana keluar dari pintu utama Gedung Istana Merdeka. Presiden tampak asyik berbicara dengan Xanana ketika mereka melewati depan kerumunan wartawan dan menuju ke mobil dinas yang sudah menunggu Xanana. SBY kemudian meminta awak media untuk mendengarkan isi pembicaraan dari Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Ada dua topik pembicaraan utama antara dua kepala negara. Topik pertama terkait masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste. Ternyata masih ada tiga titik yang masih bermasalah dan belum dituntaskan hingga hari ini. Sementara persoalan perbatasannya lainya sudah rampung 90%. SBY ingin tiga embarkasi yakni Dilumik-Memo, Bijael Sunan-Oben dan Noel Besi-Citrana dapat segera diselesaikan pada penghujung masa pemerintahannya yang tinggal satu setengah tahun lagi.

Hanya setengah jam berselang setelah melepas Xanana, SBY harus menerima mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Namun SBY menerima Tony Blair di Kantor Presiden yang sehari-hari digunakan sebagai tempat bekerja. Kantor Presiden ini berada di tengah-tengah antara Istana Merdeka dan Istana Negara. Ruang Kantor Presiden ini memang tampak agak kecil seukuran ruangan kelas di sekolah negeri pada umumnya. Isinya juga tidak mewah. Di situ terdapat sejumlah kursi, lukisan yang menempel didinding putih, dan gorden berwarna merah yang ada di tengah menghadap ke arah kursi tamu. terdapat juga beberpa lampu hias, lemari kecil dan meja kecil serta karpet berwarna merah.

Maka tidak heran ketika sedang menunggu Tony Blair, SBY berbincang-bincang dengan para wartawan yang sudah berbaris rapi di halaman depan Kantor Presiden. SBY menceritakan bahwa kantornya itu sangat sederhana, jauh berbeda dengan kantor-kantor kepala negara lain, termasuk para pejabat di negeri ini. Padahal di kantor tersebut, presiden menjalankan roda pemerintahan dan menerima tamu-tamu penting, baik itu kepala negara, mantan kepala negara, dan sejumlah tokoh penting nasional.

Bukan kali ini saja presiden menceritakan soal kondisi kantornya tersebut. Seminggu yang lalu ketika menerima tujuh Jenderal Purnawirawan TNI yang dipimpin oleh Luhut B Panjaiatan, SBY mengibaratkan kantornya sebesar ruangan kerja danyon (komandan bataliyon) 74. Ia bilang kantornya tersebut tidak semewah ruang kerja bupati dan pejabat lainnya di negara ini.

Tidak berhenti di situ saja, setelah bercerita soal kondisi kantornya, presiden kini kembali bercerita soal kondisi fisiknya. Di depan wartawan ia kembali bicara, ia meminta para awak media yang diam saja dari tadi mendengarkan ocehannya untuk melihat matanya. SBY bilang matanya merah. Kalau kondisi seperti itu menurut sang presiden ada dua kemungkinan. Yang pertama adalah mata merah menandakan ia sedang marah, atau yang kedua matanya merah karena ia kekurangan tidur. Setelah melemparkan pernyataan itu, ada wartawan yang berani bertanya, katanya yang benar yang mana pak? Namun tuan presiden hanya tertawa dan mengatakan "ngak tahulah." Para wartawan pun ikut tertawa bersama sang presiden.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambut Mantan Perdana Menteri Tony Blair di depan Kantor Presiden, Rabu (20/3). Foto: Noverius Laoli

Tidak lama kemudian sang tuan mantan perdana menteri, Tony Blair muncul dengan tiga mobil sedang. Ia langsung disambut hangat oleh presiden SBY. Mereka bersalaman hangat dan memasuki kantor presiden. Nah itulah aktivitas presiden hari ini, cukup melalahkan bukan. Namun jika presiden mengeluh karena matanya merah dan kantornya kecil, bagaimana dengan wartawan? Setelah dari JCC harus menuju Istana dengan kemacetan dan panas terik matahari. Apakah tuan SBY merasakan seperti para pewarta ini? Belum lagi deadline yang terus memburu mereka dan harus mendapatkan berita dan gambar terbaik di setiap momen acara presiden.

Mungkin kalau pak presiden mengalami mata merah karena marah atau kurang tidur, para pewarta mengalami mata dan hati yang merah lantaran harus berjuang mendapatkan berita dengan kondisi medan yang tidak mudah. Beda dengan SBY yang meluncur di tengah kemacetan Jakarta seperti melewati jalan tol pada musim libur. Wartawan harus berjuang dalam panas terik dan macetnya ibu kota. Tapi bagaimana pun bapak presiden pasti juga lelah, mungkin tidak hanya secara fisik tapi juga psikis.

Oleh Noverius Laoli