Senin, 25 Maret 2013

Ekonomi tumbuh tinggi, kekerasan dan kebrutalan juga

Pagi itu, Jumat (22/3), mataku masih terasa berat. Tapi kupaksakan juga bisa bangun pagi. Saya langsung mengecek telepon genggam. Setiap pagi, kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyoo lagi tidak ke mana-mana, pasti ada agenda dari humas Istana. Ternyata benar, ada sms masuk. "Acara RI 1 Jumat 22/3 di Istana Negara pukul 09.00 WiB, pertemuan silaturahim RI 1 dengan para pimpinan lembaga negara. Terminal penumpang II pelabuhan Tanjung Priok pukul 15.00 WIB, ground breaking pembangunan terimal Kalibaru pelabuhan tanjung priok," demikianlah bunyi SMS tersebut. Berarti saya harus sudah tiba di Istana Negara setengah jam sebelum jadwal acara di mulai. Begitulah aturannya. Jika terlambat, jangan harap bisa masuk, pintu sudah ditutup dan disuruh menggun di luar sampai acara selesai. Itulah aturannya, artinya tepat waktu.

saya langsung menuju kamar mandi, dan 20 menit sebelum pukul 09.00 WIB saya sudah tiba di Istana dan masuk ke ruang bioskop, ruang wartawan. saya awalnya mengira teman-teman wartawan sudah pada menuju gedung Istana Negara. Tapi ketika saya masuk, jumlah wartawan sudah banyak tapi belum ada pergerakan ke arah gedung Istana Negara. Setelah menayakan, ternyata, presiden melsayakan pertemuan tertutup dengan para kepala negara dan wartawan tidak diperkenankan meliput. Jadi terpaksa harus menunggu setelah acara selesai, baru ada keterangan pers. Meski sedikit kecewa, karena sudah bangun lebih pagi, saya memilih membuka-buka internet dan mencari isu-isu baru untuk dikembangkan hari ini.

Setelah sekitar kurang lebih dua jam mengadakan pertemuan, presiden beserta petinggi-petinggi lembaga negara akan mengadakan konferensi pers. Presiden SBY yang menyampaikan apa saja isi pembicaraan mereka. Sementara mulai dari Wakil Presiden Boediono, Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, ketua DPD, Ketua BPK dan didampingi tiga menteri koordinator yakni Djoko Suyanto, Hatta Rajasa, Agung Laksono, beserta pelanggan tetap Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam berdiri di barisan kedua pada konferensi pers tersebut.

Setelah menjelaskan soal isi rapat atau kosultsasi mereka, SBY tak lupa menyinggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketika masuk topik itu, para wartawan semua sudah mahfum, bahkan sampai hafal apa saja yang  akan segera diuraikan sang kepala negara. SBY seolah memuji diri sendiri atas prestasinya sendiri soal pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi di atas 6% atau tepatnya 6,2%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi yang kedua tertinggi setelah China di Asia. Sementara negara-negara lain masih sibuk berkutak menghadai krisis global yang bersumber dari Eropa. SBY selalu memuji prestasinya tersebut di mana saja ia berpidato. Untuk menguatkan prestasinya tersebut, SBY selalu merefer ke media internasional dan pujian yang diterima dari dunia internasional.

Berbanding terbalik ketika sang presiden menyinggung tanggapan dalam negeri yang ia pandang selalu negatif. Bahkan pernah suatu ketika, di saat memberikan sambutan di depan para bupati se Indonesia, SBY mengkritik media nasional yang tidak pernah mengekspos prestasi yang diukir pemerintahannya tersebut. Saat itu, ia menyarankan para bupati agar membaca media asing saja agar tahu seperti apa prestasi Indonesia di bawah pemerintahannya. Menurut SBY media asing justru yang lebih obyektif daripada media nasional. SBY ternyata suka suuzon juga dengan media nasional.

Cerita berapa kali orang nomor satu RI ini menceritakan kesukesannya perekonomian Indonesia, tak terhitung banyaknya. Di mana pun SBY berada dan memberikan pidato atau sambutan, selalu saja isu soal keberhasilan dan pertumbuhan ekonomi ini ia selipkan dalam pidatonya. Pernah dalam sehari, ada tiga kali agenda SBY memberikan pidato, maka pada semua pidato itu, isu yang sama yakni pertumbuhan ekonomi pasti selalu di kupas dan ujung-ujung presiden selalu lebih bangga menyebut yang asing-asing, seperti pujian dari dunia internasional dan media-media asing lebih tahu perkembangan Indonesia ketimbang media nasional.

Tak terkecuali hari ini, Setelah menyinggung pertumbuhan ekonomi di depan para petinggi lembaga negara, presiden juga seperti diduga, menyinggung pertumbuhan ekonomi yang sama pada pidatonya di Tanjung Priok. Di sini, setelah memuji diri sendiri soal prestasi pertumbuhan ekonomi, SBY menyebut seorang sahabatnya,  yang berkunjun ke kantornya dua hari lalu. Namanya Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris. Tony ternyata juga memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurutnya sangat tinggi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia itu menurut Blair dalam penuturan Presiden bagaikan mimpi di Eropa yang saat ini sedang mengalami resesi. Mimik waja presiden tampak puas tiap kali ini menyebut yang asing-asing.

Spontan ia mendapatkan tepuk tangan meriah dari hadirin. Namun salah seorang teman wartawan di sampingku ternyata usil juga. Ia bilang, wah pak beye di sini ia membual lagi. Mungkin bagi kita (wartawan) yang tiap  hari mendengarkan ocehan soal pertumbuhan ekonomi ini sudah hampir mual mendengarnya. Tapi bagi orang-orang awam, cerita pak presiden ini cukup membuai juga, ujarnya terkekeh-kekeh. Apagi ia menyebut Tony Blair lagi sebagai sahabat, weleh-weleh kata teman tadi sambil geleng-geleng kepala. Saya pun ikut tertawa juga mendengar gurauan tadi. Memang benar apa yang dikatannya.

Menurutku presiden SBY sudah benar soal pertumbuhan ekonomi. Itu memang berdasarkan data dan fakta. Patut diancungi jempol. Tapi kalau tiap hari ceritanya hanya itu-itu saja, dan seolah-olah sudah puas dengan itu, menjijikkan juga. Apakah pak presiden ini haus akan pujian ya? Kok tiap kali menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi di tengah krisis global, ia begitu bangga? Apakah tidak ada prestasi lain selain itu? Apakah tidak ada ceritanya yang lain selain dari pertumbuhan ekonomi? Lalu bagaimana soal kekerasan di OKU? Anggota TNI menyerang markas polisi dan membakarnya habis? Bagaimana soal penembakan warga sipil dan tentara di Papua? Lalu isu yang paling hangat dan menyedihkan serta mengerikan adalah sekelompok orang bersenjata lengkap dan sangat terlatih menyerbu penjara dan membunuh empat narapidana tersangka pembunuh salah seorang anggota kopassus di Sleman, Yogyakarta?

Sejumlah gereja dan masjid untuk tempat ibadah warga muhamadiyah diserang dan dibakar habis. Sejumlah nyawa melayang sia-sia. Lalu di mana prestasi presiden? Apakah ia pernah mengungkapkan ada kemajuan soal penangangan keamanan itu? Apakah SBY hanya bisa bangga pada pertumbuhan ekonomi saja? Sebagai wartawan dan warga negara, sering kali aku tak habis pikir soal ini. Sebagai orag yang tiap hari meliput di sekitar Istana Kepresidenan, saya merasa ada yang janggal dengan presiden kita ini. Menurutku sang bapak presiden terhormat ini sangat peduli pada diri sendiri, jabatan, penghargaan, wibawa, keluarga dan kelompoknya seperti partai demokrat.

Coba lihat isu-isu yang menyerang harga dirinya soal simbol kerbau pada demonstrasi? Presiden marah dan saat ini tidak bisa lagi dibawa binatang saat melakukan demonstrasi. Lalu lihat kasus demokrat yang berlarut-larut soal konflik internal, pemilihan calon ketua umum dan sebagainya. Membaca berita itu rakyat sudah muak sangking over eksposnya. Lalu lihat isu anaknya Edhie Baskoro Yudhyono alias Ibas yang bolos rapat paripurna di DPR tapi datang hanya untuk absen saja. Hanya sehari berselang, cucunya dari Ibas di operasi dan itu semua menjadi berita nasional. Sungguh ruang publik lebih banyak diisi isu soal keluarga presiden. Lalu ketika pembunuhan terjadi di sana sini, penyerbuan aparat ke amanan ke lebaga lain dan masyarakat sipil, perhatian SBY tidak begitu terusik. Ia memilih menyerahkannya pada hukum saja. Tapi ketika masalah SPTnya bocor di salah satu media, ia langsung reaktif, langsung memberi tanggapan dan bahkan sering di angkat jadi topik pembicaraan di setiap kesempatan. Narsiskah presiden kita? Saya juga tidak tahu, tapi begitulah yang terlihat.


Noverius Laoli

Jumat, 22 Maret 2013

Ketika Gedung Utama Setneg terbakar pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono


Gedung Utama Sekretari Negara RI terbakar. Foto diambil di depan gedung Istana Negara bercat putih, sejumlah wartawan dan petugas keamanan istana sedang panik dan sebagian ambil foto, Kamis (21/3) sore pukul 17.00 WIB. Foto:Noverius Laoli
Hari itu (Kamis, 21/3/2013) jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Seperti baisa, suasana istana kepresidenan tenang dan hening. Cuaca Jakarta yang siang tadi cukup panas, sore ini sudah cukup adem.  Meskipun demikian, AC di dalam gedung kantor presiden tidak terasa sedingin sebelumnya. Kalau biasanya, saya harus memakai jaket agar bisa bertahan lama dalam gedung, saat ini, udaranya terasa biasa-biasa saja, tidak panas dan tidak terlalu dingin.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, bersama sejumlah menteri yakni Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Menkopolhukam Djoko Suyanto, Menteri Keuangan Agus Martowardojo, Menteri dalam negeri Gamawan Fauzi, bersama Sekretaris Kabinet Dipo Alam sedang rapat terbatas di lantai dua Kantor Presiden. Mereka membahas soal pagu anggaran pada tahun 2014 nanti. Sebelumnya pada pagi hari SBY mendatangi kantor kementerian keuangan untuk menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak pribadinya. Dan pada siang hari sebelum rapat terbatas melantik Hakim Agung Muhammad Saleh sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Yudisial di Istana Negara.

Saya dan teman-teman wartawan lainnya sedang nongkrong di lantai satu kantor presiden. Tepatnya di ruang konferensi pers. Ruangan ini memang tempat yang dikhususkan untuk wartawan jika presiden sedang melakukan tugas-tugasnya seperti menerima tamu atau ada rapat kabinet. Di sini, setiap orang yang masuk ke kantor presiden harus melalui ruangan wartawan ini. Sehingga bisa dipastikan tidak ada menteri yang lolos dari jangkauan wartawan jika ingin melakukan doorstop.

Namun ada kekecualian bagi Wakil Presiden Boediono yang memang tidak bisa di doorstop sama wartawan selalu lewat kantor depan presiden yang tidak semua orang bisa melaluinya, termasuk para menteri kecuali menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Namun pada hari ini, Sudi tidak hadir pada rapat tersebut karena sedang melawat kakaknya yang meninggal di Bandung. Padahal, menteri Sudi selalu hadir dalam setiap rapat-rapat yang diadakan presiden, termasuk saat menerima tamu dalam dan luar negeri.

Suasana yang hening di dalam ruangan pers tiba-tiba gempar dan diliputi kekagetan dan kepanikan. Salah seorang humas istana meminta wartawan segera keluar karena gedung utama Sekretariat Negera terbakar. Spontan, para wartawan yang sedang capek menunggu selesainya rapat terbatas, dan sebagian sedang melamun, sebagian lagi asyik mengetik berita, langsung keluar ruangan meninggalkan pekerjaan mereka. Laptop, sebagian telepon genggam yang lagi diisi baterainya ditinggal saja di atas meja. Tas-tas dibiarkan di tempatnya. Satu-satunya barang yang selalu melekat dalam tangan wartawan adalah telepon genggam (sebagian wartawan memiliki lebih dari satu telepon genggam) dan recorder, termasuk kamera bagi fotografer atau kameramen dari TV.

Hanya beberapa langkah keluar dari ruang pers kantor presiden, api dan asap hitam yang melahap habis atap Gedung Utama Sekretariat Negara yang terdiri dari tiga lantai menjadi tontonan yang mengagetkan di depan mata.. Anging yang cukup kencang membuat si jago merah itu tampak ganas seperti memamah biak di atas gedung Setneg. Suasana sekitar terasa panik. Pasukan pengaman presiden mondar mandir, lari ke sana ke mari. Untuk sementara waktu keangkeran istana yang penuh disiplin dan aturan serta larangan seolah-olah terlupakan. Wartawan langsung berlari ke arah Gedung Setneg dan sebagian berdiri di halaman depan Gedung Istana Negara untuk mengabadikan peristiwa bersejarah itu dengan kamera masing-masing.
Gedung Utama Sekretaris Negara terbakar, Kamis (21/3) Foto:Noverius Laoli
Jarak antara Gedung Istana Negara dengan Gedung Setneg kira-kira 50 meter saja, di tengah kedua bangunan ini, masih ada satu bangunan satu lantai yang biasanya digunakan para pejabat untuk bekerja dan mengadakan kegiatan. Nah Gedung Setneg berada di sebelah kanannya Gedung Istana Negara yang biasanya tidak bisa dilewati wartawan. Tapi waktu kebakaran, justru sebagian besar wartawan belari ke arah ini, dan tidak jadi masalah lagi.

Dengan tangan gemetar setelah mengambil foto-foto gedung Setneg yang terbakar, saya langsung mengetik dan memberikan laporan ke kantor. Sambil mengetik suara-suara simpang siur tentang kebarakan di lantai tiga masuk ke telinga saya dari sebagian petugas di sekitarku yang mondar mandir di depan gedung Istana Negara. Spontan apa pun informasi yang saya dengar waktu itu langsung saya tuliskan dan kirimkan ke kantor. Tidak lama kemudian suara sirene mobil pemadam kebakaran meraung-raung memasuki gedung Setneg dan bagian depan gedung Istana Negara yang selama ini hanya boleh dilalui oleh Presiden dan tamu negara setingkat kepala negara.

Suasana semakin panik dengan bertambah banyaknya wartawan dan kerumunan para petugas. Bahkan tidak lama kemudian para menteri yakni yang tadi sedang rapat langsung menuju ke arah gedung Setneg. Menteri Keuangan Agus Marto tidak langsung masuk ke mobil dinasnya, tapi berjalan sendiri ke arah gedung setneg sambil diikuti oleh ajudannya. Para menteri waktu itu yang selama ini dikerumuni wartawan, pada waktu kejadian itu, justru bersama-sama wartawan mengerumuni samping gedung setneg menyaksikan api yang sedang ganas di  lantai tiga gedung tersebut.

Menko perekonmian Hatta Rajasa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mendagri Gamawan Fauzi dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam sambil memakai topi berlari-lari kecil ke arah gedung Setneg. Sesuatu yang aneh bagi pejabat setingkat mereka. Lalu para menteri dan wartawan berbicang-bincang seperti teman sendiri di samping gedung Setneg. Nyaris tidak ada perbedaan antara pejabat dan wartawan. Namun yang namanya wartawan tidak akan melepaskan momen kedekatan ini begitu saja. Sambil melihat-lihat gedung Setneg, recorder tetap di arahkan ke dekat mulut para menteri untuk menanyakan tanggapannya terkait gedung yang terbakar dan apa saja hasil sidang terbatas tadi.

Tidak lama kemudian setelah para menteri menyambangi gedung setneg yang terbakar, presiden SBY dikawal pasukan pengaman presiden (Paspampres) langsung menginspeksi lokasi kejadian. Ia tampak memberikan arahan kepada Sekretaris Menteri Sekretaris Kabinet Lambok V Nahatan. Ia meminta agar memprioritaskan penyelamatan nyawa manusia, dan kemudian dokumen penting negara. setelah itu sisanya dilupakan saja. Pada saat inspeksi presiden, dua kali terdegar  ledakan besar dari lantai tiga gedung tersebut. Diduga yang meledak itu adalah televisi atau kompouter yang terbakar.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan arahan kepada Sekretaris Menteri Sekretaris Negara Lambok V Nahatan, di sebelah kanan presiden ada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Ham Djoko Suyanto sedang asyik melihat api yang melahap lantai tiga gedung utama Setneg, Kamis (21/3). Foto:Noverius Laoli
Tidak lama kemudian SBY sudah meninggalkan lokasi kejadian. Namun para menteri masih bergerombol sambil melipat tangan di dada mereka asyik melihat-lihat si jago merah menyelesaikan tugasnya. Namun berbeda dengan wajah ibu Negara Ani Yudhoyono yang tampak kaget melihat kebakaran itu. Tampaknya sang ibu negara panik, tapi kamera DSLR tampak ditangannya. Tidak lama kemudian keluarga presiden dievakuasi di Wisma Negara. Tapi juru bicara presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan keluarga presiden bukan dievakuasi tapi memang itulah tempat yang paling tepat karena posisinya lebih tinggi  untuk dapat melihat api di yang melahap lantai tiga gedung Setneg.

Para wartawan radio dan tv asyik  menyampaikan laporan soal kebakaran bersejarah tersebut. Sementara wartawan cetak dan online sibuk mengetik dan segera mengirim berita dan gambar ke redaksi masing-masing. Kegelisahan yang sempat muncul di raut muka mereka sudah tak terlihat lagi. Justru senyum dan tawa tampak sesekali dari mereka. Apa yang ditertawakan? Yah saling menertawakan teman yang melakukan hal-hal lucu dan aneh selama kebakaran terjadi. Kebakaran itu sendiri sudah bisa dijinakkan pada pukul 18.00 WIB.

Tidak lama kemudian sekita pukul 18.30 WIB, pihak Setneg mengadakan konferensi pers di gedung I Setneg. Gedung ini terpisah dari Gedung Utama Setneg yang terbakar atau berada di sebelah kiri Gedung Utama Setneg. Para awak media pun langsung di suruh masuk dalam sebuah ruangan  yang  mirip aula dan di sana sudah ada kursi untuk duduk sekitar 50 kursi. Adalah sekretaris Menteri Sekretaris Negara Lambok V Nahatan  yang menyampaikan konferensi pers ini. Ia didampingi Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha. Lambok mengatakan bahwa kebakaran gedung utama setneg diduga disebabkan korslet listrik. Kemudian ia menegaskan tidak ada korban jiwa dalam kebakaran tersebut dan semua dokumen negara aman terkendali. Selain  itu, hanya lantai tiga yang terbakar, sementara lantai satu dan dua tidak sempat terbakar karena api sudah dijinakkan. Ia membantah jika alat-alat pengamanan internal tidka bersfungsi saat kebakaran terjadi.

Lambok membeberkan betapa mereka berjuang menggunakan alat-alat pengamanan internal untuk memadamkan api. Justru berkat adanya pengamanan internal itulah, makanya gedung berlantai tiga itu tidak terbakar seluruhnya. Sambil menunggu mobil pemadam kebakaran dari Pemerintah Daerah DKI, pihak internal Setneg sudah mengamankan dan melokalisir api hanya di lantai tiga saja. Mereka menyiram gedung lantai dua agar api tidak merambat kesana. Tapi berdasarkan fakta dilapangan, tidak ada suara sirine sebagaimana lazimnya jika suatu gedung atau hotel terbakar. Sirene itu harusnya langsung meraung-raung ketika ada asap meskipun jumlahnya masih sedikit. Air langsung keluar. Saya tidak tahu apakah ada  yang disembunyikan dalam keterangan pers ini atau tidak.

Malam pun sudah berlalu, aparat keamanan seperti pihak kepolisian sudah memasuki wilayah setneg. Kapolri, Jenderal Timur Pradopo tampak memasuki wilayah istana dan sejumlah petinggi kepolisian lainnya. Tidak lama setelah mereka datang Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi juga datang meninjauh lokasi. Ia bilang kedatangannya untuk memastikan bahwa anak buahnay tetap stand by di tempat mengerjakan tugas-tugas mereka.
Gedung Utama Setneg terbakar, mobil pemadam kebakaran sudah tiba di lokasi, dan api mulai bisa dijinakkan, Kamis (21/3). Foto:Noverius Laoli
Malam pun semakin larut, api sudah bisa dijiknakkan, tapi bau arang dari gedung utama Setneg masih menyegat hidung. Sejumlah aparat keamanan sibuk melakukan olah tempat kejadian perkarat (TKP). Sebagian wartawan pun memilih pulang ke rumah masing-masing. Sementara di depan Istana, di wilayah monas terlihat beberapa mobil satelit dari beberapa media yang siap-siap memberitakan peristiwa penting yang tiba-tiba muncul.

Yah, begitulah peristiwa kebakaran di gedung Setneg pada Kamis sore di saat Jakarta sedang macet-macetnya dan presiden sedang sibuk rapat. Di saat para pewarta memiliki separuh tenaga yang tersisa setelah seharian mengikuti kegiatan presiden dari satu tempat ke tempat lainnya. Tapi api itu seolah-olah menambah tenaga kembali dan membangkitkan semangat yang sudah turun. Ada energi dari kebakaran.

Noverius Laoli

Rabu, 20 Maret 2013

Presiden SBY, kegiatan dan Tamu-tamunya

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendang berbicang-bincang dengan Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair di Kantor Presiden, Rabu (20/3). Foto: Noverius Laoli
Rabu 20 Maret 2013


Dalam satu bulan terakhir, saya kerap kali bangun agak kesiangan. Cuaca Jakarta yang panas membuat sulit tidur dan tidurnya pun tidak nyenyak. Kamarku yang kecil dan hanya ada kipas angin tidak bisa mengusir gerah yang muncul tiap malam. Padahal pagi ini aku harus buru-buru ke Jakarta Convention Center (JCC) untuk menghadiri acara Pak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada tahun 2013 ini saya ditugaskan oleh kantor untuk menjadi wartawan istana negara dan meliput semua kegiatan sang presiden.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB. Aku berangkat ke JCC dengan sepeda motor. Suasana jalanan memang masih macet dan udara yang panas seakan membakar kulit. Para pengendara sepeda motor tampak tidak sabar dan terkesan buru-buru. Pengendara kenderaan roda dua ini suka menyalib sana sini seolah tak peduli akan nyawanya. Aku terus memacu sepeda motorku dan akhirnya memasuki kawasan Senayan. Sebagai wartawan yang memiliki kartu pers Istana Presiden, aku tidak mengalami kesulitan saat melalui pintu pemeriksaan. Bahkan tidak perlu lagi menggunakan ID pers yang disiapkan panitia bagi wartawan-wartawan lain yang tidak memiliki kartu pers istana.

Di JCC terlihat banyak orang yang berseragam militer. Ketika memasuki Plenary Hall, ruang pertemuan, terdapat sekitar 1000 tentara menggunakan pakain dinas militer negara masing-masing. Ternyata di pertemuan kali ini, ada sebanyak 38 negara yang mengirim militernya dan setiap negara dipimpin satu ketua delegasi. Kabarnya, ada juga banyak menteri pertahanan negara-negara di dunia yang sudah berada dan akan meramaikan Penyelenggaraan Jakarta Internasiotional Defense Dialogue (JIDD) 2013.

Di sinilah, Presiden SBY dan kemudian baru tahu, ternyata Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao memberikan sambutan mereka. Tentu saja dalam acara ini, semua pembicara pasti menyampaikan sambutan mereka dalam bahasa inggris. Bagi saya yang bahasa inggris hanya pas pasan tentu tidak mudah membuat berita dengan cepat dan menyimpulkan topik menarik yang akan dibicarakan. Tapi untung saja, sebelum SBY menyampaikan sambutan, saya sudah mendapatkan soft copy pidatonya dalam bahasa inggris. Dengan demikian, tugasku tidak terlalu sulit, tinggal membaca naskah pidato itu dan menentukan topik apa yang mau saya tulis. Tapi karena teksnya menggunakan bahasa inggris, maka saya harus lebih hati-hati memahami kata demi katanya agar tidak terjadi kesalahan pada saat membuat beritanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang berbincang dengan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao setelah keduanya melakukan pertemuan bilateral di Istana Merdeka, Rabu (20/3). Foto: Noverius Laoli
Sebelum pukul 14.00 WIB saya sudah berada di Istana Merdeka. Di Istana yang digunakan hanya pada saat menerima tamu-tamu negara sekelas kepala negara atau pemerintahan ini, baru saya masuki sejak dua hari terakhir. Berbeda dengan hari Kemarin ketika Presiden menerima Presiden Republik Belarus Alexander Lukashenko. Waktu itu, diadakan upacara penghormatan dan dilepaskan beberapa dentuman meriam. Kali ini tidak ada pasukan kehormatan dan SBY hanya menyambut tamunya di depan pintu masuk Istana Merdeka.

Setelah melakukan pertemuan kurang lebih selama satu setengah jam didampingi menteri luar negeri masing-masing negara dan beberapa menteri dari Indonesia, SBY dan Xanana keluar dari pintu utama Gedung Istana Merdeka. Presiden tampak asyik berbicara dengan Xanana ketika mereka melewati depan kerumunan wartawan dan menuju ke mobil dinas yang sudah menunggu Xanana. SBY kemudian meminta awak media untuk mendengarkan isi pembicaraan dari Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Ada dua topik pembicaraan utama antara dua kepala negara. Topik pertama terkait masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste. Ternyata masih ada tiga titik yang masih bermasalah dan belum dituntaskan hingga hari ini. Sementara persoalan perbatasannya lainya sudah rampung 90%. SBY ingin tiga embarkasi yakni Dilumik-Memo, Bijael Sunan-Oben dan Noel Besi-Citrana dapat segera diselesaikan pada penghujung masa pemerintahannya yang tinggal satu setengah tahun lagi.

Hanya setengah jam berselang setelah melepas Xanana, SBY harus menerima mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair. Namun SBY menerima Tony Blair di Kantor Presiden yang sehari-hari digunakan sebagai tempat bekerja. Kantor Presiden ini berada di tengah-tengah antara Istana Merdeka dan Istana Negara. Ruang Kantor Presiden ini memang tampak agak kecil seukuran ruangan kelas di sekolah negeri pada umumnya. Isinya juga tidak mewah. Di situ terdapat sejumlah kursi, lukisan yang menempel didinding putih, dan gorden berwarna merah yang ada di tengah menghadap ke arah kursi tamu. terdapat juga beberpa lampu hias, lemari kecil dan meja kecil serta karpet berwarna merah.

Maka tidak heran ketika sedang menunggu Tony Blair, SBY berbincang-bincang dengan para wartawan yang sudah berbaris rapi di halaman depan Kantor Presiden. SBY menceritakan bahwa kantornya itu sangat sederhana, jauh berbeda dengan kantor-kantor kepala negara lain, termasuk para pejabat di negeri ini. Padahal di kantor tersebut, presiden menjalankan roda pemerintahan dan menerima tamu-tamu penting, baik itu kepala negara, mantan kepala negara, dan sejumlah tokoh penting nasional.

Bukan kali ini saja presiden menceritakan soal kondisi kantornya tersebut. Seminggu yang lalu ketika menerima tujuh Jenderal Purnawirawan TNI yang dipimpin oleh Luhut B Panjaiatan, SBY mengibaratkan kantornya sebesar ruangan kerja danyon (komandan bataliyon) 74. Ia bilang kantornya tersebut tidak semewah ruang kerja bupati dan pejabat lainnya di negara ini.

Tidak berhenti di situ saja, setelah bercerita soal kondisi kantornya, presiden kini kembali bercerita soal kondisi fisiknya. Di depan wartawan ia kembali bicara, ia meminta para awak media yang diam saja dari tadi mendengarkan ocehannya untuk melihat matanya. SBY bilang matanya merah. Kalau kondisi seperti itu menurut sang presiden ada dua kemungkinan. Yang pertama adalah mata merah menandakan ia sedang marah, atau yang kedua matanya merah karena ia kekurangan tidur. Setelah melemparkan pernyataan itu, ada wartawan yang berani bertanya, katanya yang benar yang mana pak? Namun tuan presiden hanya tertawa dan mengatakan "ngak tahulah." Para wartawan pun ikut tertawa bersama sang presiden.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambut Mantan Perdana Menteri Tony Blair di depan Kantor Presiden, Rabu (20/3). Foto: Noverius Laoli

Tidak lama kemudian sang tuan mantan perdana menteri, Tony Blair muncul dengan tiga mobil sedang. Ia langsung disambut hangat oleh presiden SBY. Mereka bersalaman hangat dan memasuki kantor presiden. Nah itulah aktivitas presiden hari ini, cukup melalahkan bukan. Namun jika presiden mengeluh karena matanya merah dan kantornya kecil, bagaimana dengan wartawan? Setelah dari JCC harus menuju Istana dengan kemacetan dan panas terik matahari. Apakah tuan SBY merasakan seperti para pewarta ini? Belum lagi deadline yang terus memburu mereka dan harus mendapatkan berita dan gambar terbaik di setiap momen acara presiden.

Mungkin kalau pak presiden mengalami mata merah karena marah atau kurang tidur, para pewarta mengalami mata dan hati yang merah lantaran harus berjuang mendapatkan berita dengan kondisi medan yang tidak mudah. Beda dengan SBY yang meluncur di tengah kemacetan Jakarta seperti melewati jalan tol pada musim libur. Wartawan harus berjuang dalam panas terik dan macetnya ibu kota. Tapi bagaimana pun bapak presiden pasti juga lelah, mungkin tidak hanya secara fisik tapi juga psikis.

Oleh Noverius Laoli