Sabtu, 08 Oktober 2011

Pendidikan Jurnalistik Sejak Dini

Oleh Noverius Laoli
Penulis tidak dilahirkan begitu saja, melainkan merupakan hasil pembelajaran. Siapa pun bisa jadi penulis, asalkan ada kemauan dan usaha.
Namun, sebagian besar dari kita hanyalah penikmat buku dan tulisan, bukan sebagai pencipta buku atau tulisan. Menulis adalah proses kreatif dalam rangka mengeksplorasikan realitas dan pengalaman hidup manusia. Menulis merupakan tindakan mengungkapkan segala khazanah kehidupan ke dalam tataran literer, supaya dapat diketahui oleh semua orang.
Akan tetapi, persoalannya minat anak-anak sekolah zaman sekarang terlihat minim dalam ihwal jurnalistik. Sebagian besar mengatakan, mereka tidak dapat menulis. Ada juga yang cepat menyerah dan tidak mau lagi mencoba menulis, karena susah menuangkan idenya. Intinya, bagi mereka menulis terasa rumit dan susah.
Jika kondisinya demikian, apakah mereka tidak dapat menulis? Penulis pernah mengadakan suatu penelitian sederhana dengan sejumlah anak didik di tempat penulis mengajar. Penelitian ini dimulai dengan pernyataan bahwa setiap saat anak pada zaman sekarang suka menulis. Buktinya, dalam sehari mereka bisa mengirim SMS (short message service) di atas sepuluh kali ke beberapa teman. Selain itu, mereka juga begitu kreatif menulis komentar di F0cebook atau Twitter.
Penulis mengajak peserta untuk berandai-andai, jika sekarang mereka divonis akan "meninggal dunia". Apakah yang akan mereka katakan kepada orang-orang yang sangat dikasihi. Pilihannya, menulis atau mati. Lalu SMS tersebut dikirim ke nomor telefon seluler penulis.
Alhasil, isi SMS yang mereka tuliskan cukup menarik, bahkan tak pernah terpikirkan bahwa anak-anak seusia mereka mampu menuliskan kata-kata bijak yang bisa mengugah pembacanya. Intinya, tulisan-tulisan yang mereka buat itu layak untuk dibaca.
Di sini, penulis mafhum bahwa setiap sekolah sebenarnya bisa menggali potensi-potensi anak didik mereka dalam ihwal jurnalistik. Pendidikan jurnalistik bagi pemula bisa dimulai dengan menuliskan berita. Bisa juga dengan menulis kisah atau cerita. Lalu bagaimana berita atau kisah itu bisa menarik?
Prof. Dr. Bambang Sugiharto pernah suatu kali mengatakan kepada penulis bahwa menulis itu ibarat menyebarkan "gosip". Biasanya orang pasti akan penasaran dan mencari tahu apa isinya. Artinya, bagaimana tulisan yang kita eksplorasikan itu bisa menarik perhatian orang pada kalimat pertamanya. Di sinilah kreativitas seorang penulis dibutuhkan dalam merangkai kata demi kata, sehingga membentuk suatu kalimat yang menarik dibaca.
Keuntungan menulis adalah kita dapat menghadirkan peristiwa masa lalu dan masa depan dalam kejadian masa kini. Ihwal yang tak dapat disepelekan adalah melalui kemampuan menulis, segala kekayaan budaya yang kita miliki dapat dieksplorasikan lintas ruang dan waktu.
Kreativitas dalam menulis inilah, yang perlu kita kembangkan di rumah-rumah pendidikan. Seorang pengajar tidak lagi sekadar mengajarkan materi yang biasa-biasa saja, tetapi menggali potensi setiap anak didik untuk memaksimalkan kemampuan kreatifnya. Hal tersebut dapat dilakukan, dengan mengadakan pendidikan jurnalistik di sekolah-sekolah (ekstra kurikuler).
Penulis yakin, dengan meningkatnya keprihatinan pada pendidikan jurnalistik di sekolah-sekolah sejak dini, niscaya segala kekayaan dan peninggalan sejarah di masa lalu, masa kini, dan masa depan dapat digali dan dieksplorasi secara kreatif dan menarik.***
Penulis, Alumnus Filsafat Unpar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar