Sabtu, 07 Januari 2012

Kisah Hamzah Membesarkan Grup Mirota di Yogyakarta (1)

Kesuksesan Hamzah Sulaiman dalam membesarkan Mirota Batik dimulai dari toko kelontong warisan ayahnya. Toko ini besar karena dikelola dengan cara unik. Setiap pengunjung merasakan nuansa seni dan budaya khas Yogyakarta.
noverius Laoli

MEMBANGUN bisnis batik tidak cukup hanya dengan mengandalkan modal dan kerja keras. Tapi juga diperlukan strategi dan kreativitas dalam memasarkan produk batik tersebut. Itulah yang dilakukan  hamzah  Sulaiman, seorang pengusaha sukses, pengelola kelompok usaha Mirota. Ini adalah jaringan ritel legendaris di Yogyakarta.

Peritel ini antara lain mengoperasikan, Mirota Batik, yang dikenal sebagai penyedia batik, kerajinan kayu, perak, tas laptop bermotif batik, dekorasi rumah, sepatu atau sandal, topi, tikar, asbak, minyak aroma terapi, dupa, hingga makanan ringan. Sebagai toko batik, suvenir dan kerajinan, Mirota Batik menjadi salah satu tempat favorit belanja wisatawan yang berlibur di Yogyakarta.

Kisah pria kelahiran Yogyakarta, 62 tahun silam, ini mengembangkan Mirota, bermula dari "terpaksa". Saat berumur 25 tahun, ayahnya, Hendro Sutikno, meninggal pada tahun 1975. Hendro adalah pendiri cikal bakal Mirota. mau tak mau,  hamzah  harus mewarisi toko kelontong di Malioboro warisan orang tuanya.

Hamzah  bahu membahu dengan kakaknya, membangun toko kelontong itu hingga besar seperti sekarang. Salah satu upayanya adalah membuka cabang Mirota di Jalan Kaliurang, sekitar 16,5 kilometer (km) dari Kota Yogyakarta. Setelah itu, ekspansi Mirota tak terbendung. Oh, iya. Nama Mirota sendiri berasal dari nama toko roti milik ibunya.

Saat itu, ibunya membuka toko roti bernama "Minuman dan Roti Tart" yang disingkat menjadi "Mirota". Pusat Mirota hingga saat ini masih berada di Malioboro. Toko yang terdiri dari empat lantai ini selalu penuh sesak dengan pembeli. Toko ini mulai dirintis sejak tahun 1977 dengan modal Rp 80 juta. Toko unik ini berdiri sejajar dengan toko-toko lainnya di jalan Malioboro. Toh, Mirota mampu menarik minat banyak pembeli karena toko ini dikelola dengan cara unik.

Misalnya mendesain toko dengan alat-alat kesenian Jawa kuno. Kebetulan, sejak kecil  hamzah  memang menyukai seni. "Sejak saya umur enam tahun, saya suka menari Jawa kuno," ujarnya. Dengan memadukan kesenian Jawa,  hamzah  mengaku tidak hanya menjual batik dan suvenir saja di tokonya. Dia juga menjual suasana dengan kekayaan tradisi yang ada di Yogyakarta.

Berbagai ornamen Jawa yang menghiasi interior toko di antaranya bunga-bunga khas Keraton Yogyakarta, pernak-pernik keraton, sesajen dan gamelan. Bagi  hamzah , tokonya harus tampil beda dari toko-toko lain yang ada di Yogyakarta dan Jakarta. Upayanya itu tidak sia-sia. Terbukti, kehadiran berbagai ornamen Jawa itu mampu menyedot minat konsumen untuk mengunjungi toko tersebut.

Dengan mengunjungi Mirota,  hamzah  ingin pembeli sadar bahwa mereka sedang berada di Yogyakarta. Selain memasukkan ornamen jawa,  hamzah  juga memiliki kiat lain dalam mengelola tokonya agar bisa sukses.

Salah satunya adalah memperhatikan kesejahteraan karyawan Untuk itu, ia menerapkan sistem bagi hasil. Jika penjualan di toko meningkat, karyawan akan mendapatkan penghasilan yang besar. Jika penjualan turun, pendapatan karyawan juga akan turun. (Bersambung)

Noverius Laoli

Tidak ada komentar:

Posting Komentar